PENGERTIAN GLOBALISASI
Menurut asal katanya,
kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang maknanya ialah
universal. Achmad Suparman menyatakan Globalisasi adalah suatu proses
menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di
dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah. Globalisasi belum memiliki definisi yang
mapan, kecuali sekedar definisi kerja (working definition), sehingga bergantung
dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses
sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh
bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu
tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan
batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat.
Di sisi lain, ada
yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh negara-negara
adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki pandangan negatif atau curiga
terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme
dalam bentuk yang paling mutakhir. Negara-negara yang kuat dan kaya praktis
akan mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin tidak berdaya
karena tidak mampu bersaing. Sebab, globalisasi cenderung berpengaruh besar
terhadap perekonomian dunia, bahkan berpengaruh terhadap bidang-bidang lain
seperti budaya dan agama. Theodore Levitte merupakan orang yang pertama kali
menggunakan istilah Globalisasi pada tahun 1985.
Scholte melihat bahwa
ada beberapa definisi yang dimaksudkan orang dengan globalisasi:
Internasionalisasi:
Globalisasi diartikan sebagai meningkatnya hubungan internasional. Dalam hal
ini masing-masing negara tetap mempertahankan identitasnya masing-masing, namun
menjadi semakin tergantung satu sama lain.
Liberalisasi:
Globalisasi juga diartikan dengan semakin diturunkankan batas antar negara,
misalnya hambatan tarif ekspor impor, lalu lintas devisa, maupun migrasi.
Universalisasi:
Globalisasi juga digambarkan sebagai semakin tersebarnya hal material maupun
imaterial ke seluruh dunia. Pengalaman di satu lokalitas dapat menjadi
pengalaman seluruh dunia.
Westernisasi:
Westernisasi adalah salah satu bentuk dari universalisasi dengan semakin
menyebarnya pikiran dan budaya dari barat sehingga mengglobal.
Hubungan
transplanetari dan suprateritorialitas: Arti kelima ini berbeda dengan keempat
definisi di atas. Pada empat definisi pertama, masing-masing negara masih
mempertahankan status ontologinya. Pada pengertian yang kelima, dunia global
memiliki status ontologi sendiri, bukan sekadar gabungan negara-negara Jadi
kersimpulannya globalisasi adalah proses mendunia dimana suatu peristiwa di
satu bagian negara dapat diketahui dengan cepat di bagian negara lainnya akibat
kemajuan teknologi.
2.2. Teori
Globalisasi
Cochrane dan Pain
menegaskan bahwa dalam kaitannya dengan globalisasi, terdapat tiga posisi
teoritis yang dapat dilihat, yaitu:
- Para globalis percaya bahwa globalisasi adalah sebuah kenyataan yang memiliki konsekuensi nyata terhadap bagaimana orang dan lembaga di seluruh dunia berjalan. Mereka percaya bahwa negara-negara dan kebudayaan lokal akan hilang diterpa kebudayaan dan ekonomi global yang homogen. meskipun demikian, para globalis tidak memiliki pendapat sama mengenai konsekuensi terhadap proses tersebut.
· Para globalis
positif dan optimistis menanggapi dengan baik perkembangan semacam itu
dan menyatakan bahwa globalisasi akan menghasilkan masyarakat dunia yang
toleran dan bertanggung jawab.
· Para globalis
pesimis berpendapat bahwa globalisasi adalah sebuah fenomena negatif
karena hal tersebut sebenarnya adalah bentuk penjajahan barat (terutama Amerika
Serikat) yang memaksa sejumlah bentuk
budaya dan konsumsi yang homogen dan terlihat sebagai sesuatu yang benar
dipermukaan. Beberapa dari mereka kemudian membentuk kelompok untuk menentang
globalisasi (antiglobalisasi).
- Para tradisionalis tidak percaya bahwa globalisasi tengah terjadi. Mereka berpendapat bahwa fenomena ini adalah sebuah mitos semata atau, jika memang ada, terlalu dibesar-besarkan. Mereka merujuk bahwa kapitalisme telah menjadi sebuah fenomena internasional selama ratusan tahun. Apa yang tengah kita alami saat ini hanyalah merupakan tahap lanjutan, atau evolusi, dari produksi dan perdagangan kapital.
- Para transformasionalis berada di antara para globalis dan tradisionalis. Mereka setuju bahwa pengaruh globalisasi telah sangat dilebih-lebihkan oleh para globalis. Namun, mereka juga berpendapat bahwa sangat bodoh jika kita menyangkal keberadaan konsep ini. Posisi teoritis ini berpendapat bahwa globalisasi seharusnya dipahami sebagai "seperangkat hubungan yang saling berkaitan dengan murni melalui sebuah kekuatan, yang sebagian besar tidak terjadi secara langsung". Mereka menyatakan bahwa proses ini bisa dibalik, terutama ketika hal tersebut negatif atau, setidaknya, dapat dikendalikan.
2.3. Sejarah Globalisasi
Banyak sejarawan yang menyebut globalisasi sebagai
fenomena di abad ke-20 ini yang dihubungkan dengan bangkitnya ekonomi
internasional. Padahal interaksi dan globalisasi dalam hubungan antar bangsa di
dunia telah ada sejak berabad-abad yang lalu. Bila ditelusuri, benih-benih
globalisasi telah tumbuh ketika manusia mulai mengenal perdagangan antar negeri
sekitar tahun 1000 dan 1500 M. Saat itu, para pedagang dari Tiongkok dan India
mulai menelusuri negeri lain baik melalui jalan darat (seperti misalnya jalur
sutera) maupun jalan laut untuk berdagang. Fenomena berkembangnya perusahaan
McDonald di seluruh pelosok dunia menunjukkan telah terjadinya globalisasi.
Fase selanjutnya ditandai dengan dominasi perdagangan
kaum muslim di Asia dan Afrika. Kaum muslim membentuk jaringan perdagangan yang
antara lain meliputi Jepang, Tiongkok, Vietnam, Indonesia, Malaka, India,
Persia, pantai Afrika Timur, Laut Tengah, Venesia, dan Genoa. Di samping
membentuk jaringan dagang, kaum pedagang muslim juga menyebarkan nilai-nilai
agamanya, nama-nama, abjad, arsitek, nilai sosial dan budaya Arab ke warga
dunia.
Fase selanjutnya
ditandai dengan eksplorasi dunia secara besar-besaran oleh bangsa Eropa.
Spanyol, Portugis, Inggris, dan Belanda adalah pelopor-pelopor eksplorasi ini.
Hal ini didukung pula dengan terjadinya revolusi industri yang meningkatkan
keterkaitan antar bangsa dunia. berbagai teknologi mulai ditemukan dan menjadi
dasar perkembangan teknologi saat ini, seperti komputer dan internet. Pada saat
itu, berkembang pula kolonialisasi di dunia yang membawa pengaruh besar
terhadap difusi kebudayaan di dunia.
Semakin berkembangnya
industri dan kebutuhan akan bahan baku serta pasar juga memunculkan berbagai
perusahaan multinasional di dunia. Di Indinesia misalnya, sejak politik pintu
terbuka, perusahaan-perusahaan Eropa membuka berbagai cabangnya di Indonesia.
Freeport dan Exxon dari Amerika Serikat, Unilever dari Belanda, British
Petroleum dari Inggris adalah beberapa contohnya. Perusahaan multinasional
seperti ini tetap menjadi ikon globalisasi hingga saat ini.
Fase selanjutnya
terus berjalan dan mendapat momentumnya ketika perang dingin berakhir dan
komunisme di dunia runtuh. Runtuhnya komunisme seakan memberi pembenaran bahwa
kapitalisme adalah jalan terbaik dalam mewujudkan kesejahteraan dunia.
Implikasinya, negara negara di dunia mulai menyediakan diri sebagai pasar yang
bebas. Hal ini didukung pula dengan perkembangan teknologi komunikasi dan
transportasi. Alhasil, sekat-sekat antar negara pun mulai kabur.
2.4. Reaksi
Masyarakat
Gerakan pro-globalisasi
Pendukung globalisasi (sering juga disebut dengan
pro-globalisasi) menganggap bahwa globalisasi dapat meningkatkan kesejahteraan
dan kemakmuran ekonomi masyarakat dunia. Mereka berpijak pada teori keunggulan komparatif yang dicetuskan oleh David Ricardo. Teori ini menyatakan bahwa suatu negara dengan
negara lain saling bergantung dan dapat saling menguntungkan satu sama lainnya,
dan salah satu bentuknya adalah ketergantungan dalam bidang ekonomi. Kedua negara dapat melakukan transaksi pertukaran
sesuai dengan keunggulan komparatif yang dimilikinya. Misalnya, Jepang memiliki keunggulan komparatif pada produk kamera
digital (mampu mencetak lebih efesien dan bermutu tinggi) sementara Indonesia memiliki keunggulan komparatif pada produk kainnya.
Dengan teori ini, Jepang dianjurkan untuk menghentikan produksi kainnya dan
mengalihkan faktor-faktor produksinya untuk memaksimalkan produksi kamera
digital, lalu menutupi kekurangan penawaran kain dengan membelinya dari
Indonesia, begitu juga sebaliknya.
Salah satu penghambat utama terjadinya kerjasama
diatas adalah adanya larangan-larangan dan kebijakan proteksi dari pemerintah suatu negara. Di satu sisi, kebijakan
ini dapat melindungi produksi dalam negeri, namun di sisi lain, hal ini akan
meningkatkan biaya produksi barang impor sehingga sulit menembus pasar negara yang dituju. Para pro-globalisme tidak setuju
akan adanya proteksi dan larangan tersebut, mereka menginginkan dilakukannya
kebijakan perdagangan bebas sehingga harga barang-barang dapat ditekan,
akibatnya permintaan akan meningkat. Karena permintaan meningkat, kemakmuran akan
meningkat dan begitu seterusnya.
Beberapa kelompok pro-globalisme juga mengkritik Bank Dunia dan IMF, mereka berpendapat bahwa kedua badan tersebut hanya
mengontrol dan mengalirkan dana kepada suatu negara, bukan kepada suatu
koperasi atau perusahaan. Sebagai hasilnya, banyak pinjaman yang mereka berikan
jatuh ke tangan para diktator yang kemudian menyelewengkan dan tidak menggunakan
dana tersebut sebagaimana mestinya, meninggalkan rakyatnya dalam lilitan hutang
negara, dan sebagai akibatnya, tingkat kemakmuran akan menurun. Karena tingkat
kemakmuran menurun, akibatnya masyarakat negara itu terpaksa mengurangi tingkat
konsumsinya; termasuk konsumsi barang impor, sehingga laju
globalisasi akan terhambat dan -- menurut mereka -- mengurangi tingkat kesejahteraan
penduduk dunia.
Gerakan antiglobalisasi
Antiglobalisasi adalah suatu istilah yang umum
digunakan untuk memaparkan sikap politis orang-orang dan kelompok yang
menentang perjanjian dagang global dan lembaga-lembaga yang mengatur
perdagangan antar negara seperti Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
"Antiglobalisasi" dianggap oleh sebagian
orang sebagai gerakan sosial, sementara yang lainnya menganggapnya sebagai
istilah umum yang mencakup sejumlah gerakan sosial yang berbeda-beda. Apapun
juga maksudnya, para peserta dipersatukan dalam perlawanan terhadap ekonomi dan
sistem perdagangan global saat ini, yang menurut mereka mengikis lingkungan
hidup, hak-hak buruh, kedaulatan nasional, dunia ketiga, dan banyak lagi
penyebab-penyebab lainnya.
Namun, orang-orang yang dicap
"antiglobalisasi" sering menolak istilah itu, dan mereka lebih suka
menyebut diri mereka sebagai Gerakan Keadilan Global, Gerakan dari Semua
Gerakan atau sejumlah istilah lainnya.
2.5. Dampak Globalisasi
Dampak positif globalisasi antara lain:
- Mudah memperoleh informasi dan ilmu pengetahuan
- Mudah melakukan komunikasi
- Cepat dalam bepergian (mobilitas tinggi)
- Menumbuhkan sikap kosmopolitan dan toleran
- Memacu untuk meningkatkan kualitas diri
- Mudah memenuhi kebutuhan
Dampak negatif globalisasi antara lain:
- Informasi yang tidak tersaring
- Perilaku konsumtif
- Membuat sikap menutup diri, berpikir sempit
- Pemborosan pengeluaran dan meniru perilaku yang buruk
- Mudah terpengaruh oleh hal yang tidak sesuai dengan kebiasaan atau kebudayaan suatu negara
2.6. Dampak Globalisasi Bagi Kaum Muda
Di zaman yang sudah
sangat maju ini, remaja mana yang tidak mengenal makna dari kata “Globalisasi”?
Hampir 90% dari mereka yang sudah akrab bahkan menjadikan globalisasi sebagai
bagian dari kehidupan mereka. Adapun 10% yang tidak mengenal dan tidak memahami
kata globalisasi adalah remaja yang masih jauh tertinggal dari modernisasi.
Umumnya mereka yang tinggal di dalam suku pedalaman dan masih memegang teguh
adat istiadat yang sudah diturunkan turun-temurun dari nenek moyang mereka.
Sebagian besar dari mereka tidak menempuh jenjang pendidikan dan lebih memilih
tinggal di rumah dan membantu orang tua. Maka tidak heran jika mereka sama
sekali tidak mengenal makna globalisasi, bagaimana bisa mereka mengenal? Baca
tulis pun mereka tidak bisa.
Seperti apa yang sudah dijelaskan sebelumnya, hampir
90% remaja yang sudah sangat mengenal kata “Globalisasi”. Walaupun kata
globalisasi sudah sangat dikenal akrab, bukan berarti globalisasi itu tidak
memberikan dampak bagi para remaja. Globalisasi dapat kita jadikan sebagai
teman, atau pun sebagai lawan. Teman yang baik tentu saja dapat memberikan
dampak yang baik pula. Begitu pula dengan lawan, lawan yang kejam juga dapat
akan memberikan dampak yang kejam pula bagi kita. Nah, seperti itu pulalah
globalisasi dapat berdampak bagi remaja. Sebagai remaja yang terpelajar, kita
harus dapat memilah-milah dampak dari globalisasi, mana yang patut dicontoh,
dan mana yang tidak. Mana yang patut dijadikan teman, dan mana yang harus
dijadikan musuh.
Kali ini kita akan membahas dampak-dampak apa sajakah
yang dapat dihasilkan dari globalisasi. Baik itu dampak positif maupun dampak
negatif. Namun sebelum itu, saja akan menjelaskan berbagai macam penjelasan
dari “Globalisasi” sebagai pendahuluan kita. Dalam pengertian yang luas, globalisasi adalah proses
penyebaran unsur-unsur baru khususnya yang menyangkut informasi secara mendunia
melalui media cetak dan elektronik. Ada pula yang mendefinisikan globalisasi sebagai hilangnya
batas ruang dan waktu akibat kemajuan teknologi informasi. Menurut Achmad Suparman globalisasi merupakan
suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap
individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah. Globalisasi terjadi karena
faktor-faktor nilai budaya luar seperti:
- Selalu meningkatkan ilmu pengetahuan,
- Patuh hukum,
- Kemandirian,
- Keterbukaan,
- Rasionalisasi,
- Etos kerja,
- Kemampuan memprediksi,
- Efisiensi dan produktivitas,
- Keberanian bersaing,
- Manajemen resiko.
Globalisasi terjadi melalui berbagai saluran, diantaranya:
- Lembaga
pendidikan dan ilmu pengetahuan,
- Lembaga keagamaan,
- Industri
internasional dan lembaga perdagangan,
- Wisata
mancanegara,
- Saluran
komunikasi dan telekomunikasi internasional,
- Media
elektronik termasuk internet,
- Etika dan
budaya.
Dari penjelasan di
atas, dapat kita simpulkan dari media apa sajakah yang dapat menjadi sumber
dari dampak-dampak globalisasi bagi para remaja. Masa-masa remaja dapat
dikatakan masa yang paling menyenangkan. Kebanyakan remaja masih memiliki sifat
cenderung labil atau cenderung mengikuti perkembangan di sekitarnya. Mereka
beranggapan pada masa remaja, mereka dapat dengan bebas melakukan apa yang
mereka suka. Jika tidak mengikuti perkembangan, berarti mereka tidak modern
atau ketinggalan zaman. Dengan sifat seperti itu, akan lebih banyak dampak
globalisasi yang mereka dapatkan secara tidak sadar. Baik itu dampak positif
maupun negatif. Sumber dari dampak-dampak bagi para remaja umumnya mudah
didapatkan dari perkembangan pendidikan dan ilmu pengetahuan, perkembangan
dalam media komunikasi, elektronik, termasuk internet, dan juga dalam
perkembangan etika dan budaya. Pernahkah kita berpikir untuk membandingkan
masa-masa saat orang tua kita masih remaja dengan masa remaja kita sekarang? Pernahkah
kita bertanya pada mereka bagaimana menurut mereka tentang perbedaan zaman
remaja dulu dengan yang sekarang? Jika kalian bertanya, jawabannya sudah
dipastikan, “Sangat jauh berubah”. Bagaimana perubahannya? Sebagian berubah
menjadi jauh lebih baik, dan sebagian lainnya berubah menjadi sedikit lebih
buruk dan mengecewakan. Itu semua diakibatkan oleh dampak dari globalisasi.
Dapatkah kalian sebutkan perubahan-perubahan itu? Jika tidak, kita akan
membahasnya bersama-sama
Perubahan atau Dampak positif dari globalisasi:
- Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Di zaman saat
Indonesia sedang dijajah dan setelah merdeka, tidak banyak dari remaja
Indonesia saat itu yang dapat menempuh jenjang pendidikan. Hanya sebagian
remaja anak dari bangsawan yang dapat menempuh jenjang pendidikan. Beberapa
tahun setelah itu, sudah mulai terlihat peningkatan jumlah remaja yang menempuh
jenjang pendidikan. Walaupun demikian, jalan untuk menempuh pendidikan tidak
semudah yang dibayangkan. Tidak sedikit dari mereka yang memiliki seragam
sekolah dan buku pelajaran. Kebutuhan sekolah mereka masih sangat minimum untuk
didapatkan. Masa demi masa, perkembangan mulai meningkat. Kini hampir seluruh
remaja sudah dapat dengan mudah untuk mengenyam pendidikan apalagi dengan
adanya Bantuan Operasional
Sekolah yang diberikan oleh pemerintah. Bahkan pada masa kini,
perkembangan ilmu pengetahuan sudah diikuti dengan perkembangan media
elektronik, seperti televisi dan internet.
- Perkembangan Komunikasi, Elektronik, beserta Medianya
Pada masa saat orang tua
kita masih seumuran kita, alat komunikasi memang sudah ada, namun masih belum
secanggih pada masa kita saat ini. Alat elektronik pun juga sebenarnya sudah
ada, seperti radio dan televisi berlayar hitam putih. Namun walau demikian,
alat elektronik seperti itu masih sangat jarang orang yang memilikinya. Bukan
karena itu kuno, namun karena bagi mereka harga elektronik itu sangat mahal.
Berbanding terbalik dengan masa saat ini, sudah sangat jarang remaja yang hobi
mendengarkan radio, bukan karena bagi mereka mahal, namun karena beranggapan
radio merupakan salah satu alat elektronik kuno yang sudah ketinggalan zaman.
Mereka lebih suka alat-alat elektronik yang lebih canggih dan modern. Seperti
MP3 Player, MP4 Player, Laptop, Hand Phone, dan sebagainnya. Zaman dulu,
televisi hanya berlayar hitam putih. Seiring dengan perkembangan model-model
televisi sudah mulai berkembang jauh lebih canggih, seperti TV LCD, TV LED, TV
3D, bahkan adapula Internet TV. Perkembangan itu terjadi pula pada alat
komunikasi. Zaman dulu, kebanyakan orang berkomunikasi dengan orang yang jauh
dengan surat-menyurat. Paling canggih bagi mereka saat itu menggunakan telepon
kabel. Berbeda dengan sekarang, remaja kini sudah tidak perlu berkomunikasi
dengan surat-menyurat, mereka sudah memiliki alat yang lebih canggih. Yang
dapat mengirimkan pesan hanya dalam beberapa detik, berbeda dengan surat yang
baru akan diterima selama berminggu-minggu. Diantaranya Hand Phone dan
Internet. Kedua media itu sangat memiliki banyak fungsi, yaitu; Hand Phone dapat
berfungsi sebagai media komunikasi 2 arah, saling mengirim pesan singkat (SMS),
beberapa Hand Phone juga menyediakan layanan internet, radio, kamera, bahkan
MP3. Di zaman saat ini, berkomunikasi dengan orang yang berada jauh dari kita
tidak hanya dapat dilakukan dengan menelpon yang hanya dapat mendengarkan suara
saja, berkomunikasi di zaman sekarang terasa sangat lebih mudah, karena kita
juga dapat berkomunikasi dengan bertatap muka dan sekaligus mendengar suara.
Sehingga kita merasa seperti berbincang dan bertatap muka secara langsung,
tanpa dibatasi oleh waktu dan jarak. Sebut saja media canggih itu “Video Call“.
2.7. Arti Dari
Kebudayaan
Arti Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa
Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan
sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Dalam bahasa
Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere,
yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah
atau bertani. Kata culture juga
kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.
2.8. Cara Pandang Terhadap Kebudayaan
Kebudayaan sebagai peradaban
Saat ini, kebanyakan orang memahami gagasan
"budaya" yang dikembangkan di Eropa pada abad ke-18 dan awal abad
ke-19. Gagasan tentang "budaya" ini merefleksikan adanya
ketidakseimbangan antara kekuatan Eropa dan kekuatan daerah-daerah yang
dijajahnya.
Mereka menganggap 'kebudayaan” sebagai
"peradaban" sebagai lawan kata dari "alam". Menurut cara
pikir ini, kebudayaan satu dengan kebudayaan lain dapat diperbandingkan; salah
satu kebudayaan pasti lebih tinggi dari kebudayaan lainnya.
Artefak tentang "kebudayaan tingkat tinggi"
(High Culture) oleh Edgar Degas.
Pada prakteknya, kata kebudayaan merujuk pada
benda-benda dan aktivitas yang "elit" seperti misalnya memakai baju
yang berkelas, fine art, atau mendengarkan musik klasik, sementara kata
berkebudayaan digunakan untuk menggambarkan orang yang mengetahui, dan
mengambil bagian, dari aktivitas-aktivitas di atas.
Sebagai contoh, jika seseorang berpendendapat bahwa
musik klasik adalah musik yang "berkelas", elit, dan bercita rasa
seni, sementara musik tradisional dianggap sebagai musik yang kampungan dan
ketinggalan zaman, maka timbul anggapan bahwa ia adalah orang yang sudah
"berkebudayaan".
Orang yang menggunakan kata "kebudayaan"
dengan cara ini tidak percaya ada kebudayaan lain yang eksis; mereka percaya
bahwa kebudayaan hanya ada satu dan menjadi tolak ukur norma dan nilai di
seluruh dunia. Menurut cara pandang ini, seseorang yang memiliki kebiasaan yang
berbeda dengan mereka yang "berkebudayaan" disebut sebagai orang yang
"tidak berkebudayaan"; bukan sebagai orang "dari kebudayaan yang
lain." Orang yang "tidak berkebudayaan" dikatakan lebih
"alam," dan para pengamat seringkali mempertahankan elemen dari
kebudayaan tingkat tinggi (high culture) untuk menekan pemikiran "manusia
alami" (human nature)
Sejak abad ke-18, beberapa kritik sosial telah
menerima adanya perbedaan antara berkebudayaan dan tidak berkebudayaan, tetapi
perbandingan itu -berkebudayaan dan tidak berkebudayaan- dapat menekan
interpretasi perbaikan dan interpretasi pengalaman sebagai perkembangan yang
merusak dan "tidak alami" yang mengaburkan dan menyimpangkan sifat
dasar manusia.
Dalam hal ini, musik tradisional (yang diciptakan oleh
masyarakat kelas pekerja) dianggap mengekspresikan "jalan hidup yang
alami" (natural way of life), dan musik klasik sebagai suatu kemunduran
dan kemerosotan.
Saat ini kebanyak ilmuwan sosial menolak untuk
memperbandingkan antara kebudayaan dengan alam dan konsep monadik yang pernah
berlaku. Mereka menganggap bahwa kebudayaan yang sebelumnya dianggap
"tidak elit" dan "kebudayaan elit" adalah sama -
masing-masing masyarakat memiliki kebudayaan yang tidak dapat diperbandingkan.
Pengamat sosial membedakan beberapa kebudayaan sebagai
kultur populer (popular culture) atau pop kultur, yang berarti barang atau
aktivitas yang diproduksi dan dikonsumsi oleh banyak orang.
Kebudayaan Sebagai "Sudut Pandang Umum"
Selama Era Romantis, para cendekiawan di Jerman,
khususnya mereka yang peduli terhadap gerakan nasionalisme - seperti misalnya
perjuangan nasionalis untuk menyatukan Jerman, dan perjuangan nasionalis dari
etnis minoritas melawan Kekaisaran Austria-Hongaria - mengembangkan sebuah
gagasan kebudayaan dalam "sudut pandang umum".
Pemikiran ini menganggap suatu budaya dengan budaya
lainnya memiliki perbedaan dan kekhasan masing-masing. Karenanya, budaya tidak
dapat diperbandingkan. Meskipun begitu, gagasan ini masih mengakui adanya
pemisahan antara "berkebudayaan" dengan "tidak
berkebudayaan" atau kebudayaan "primitif."
Pada akhir abad ke-19, para ahli antropologi telah
memakai kata kebudayaan dengan definisi yang lebih luas. Bertolak dari teori
evolusi, mereka mengasumsikan bahwa setiap manusia tumbuh dan berevolusi
bersama, dan dari evolusi itulah tercipta kebudayaan.
Pada tahun 50-an, subkebudayaan - kelompok dengan
perilaku yang sedikit berbeda dari kebudayaan induknya - mulai dijadikan subyek
penelitian oleh para ahli sosiologi. Pada abad ini pula, terjadi popularisasi
ide kebudayaan perusahaan - perbedaan dan bakat dalam konteks pekerja
organisasi atau tempat bekerja.
Kebudayaan Sebagai Mekanisme Stabilisasi
Teori-teori yang ada saat ini menganggap bahwa (suatu)
kebudayaan adalah sebuah produk dari stabilisasi yang melekat dalam tekanan
evolusi menuju kebersamaan dan kesadaran bersama dalam suatu masyarakat, atau
biasa disebut dengan tribalisme.
Perkembangan Budaya
Siapa sangka etika remaja masa kini jauh lebih baik
dengan remaja masa lalu? Ternyata itu memang benar adanya, hanya sedikit dari
kalangan remaja yang benar-benar menerapkan sikap sopan dan santun di
lingkungannya, baik kepada yang lebih tua maupun kepada yang lebih muda.
Berikut ini saya berikan beberapa buktinnya:
1. Gaya hidup
kebarat-baratan
Tidak semua budaya barat baik dan cocok diterapkan di
Indonesia. Budaya negatif yang mulai menggeser budaya asli adalah anak tidak
lagi hormat pada orang tua, kehidupan bebas remaja dan lain-lain. Hampir 50%
dari remaja dunia terutama kaum perempuan, sudah kehilangan mahkota paling
berharga miliknya. Dan 80% sudah berani mencoba dan menggunakan obat-obatan
terlarang (narkotika). Itulah yang sangat kita sayangkan dari remaja kini, yang
seharusnya mereka menjadi peran penerus pahlawan bangsa.
2. Semakin lunturnya nilai-nilai politik yang
berdasarkan semangat kekeluargaan musyawarah mufakat, dan gotong royong.
3. Semakin
sedikit generasi muda yang melestarikan musik, tarian, dan budaya tradisional
kita.
4. Remaja
mengikuti cara berpakaian yang cenderung tidak memperlihatkan kesopanan.
Di masa orang tua
kita dahulu masih remaja, cara berpakaian dan model baju yang mereka kenakan
masih sangat sederhana. Tidak se-unik dan se-modern pakaian remaja saat ini.
Pada masa lalu, jika menghadiri acara resmi, masih banyak dari mereka yang
menggunakan baju tradisional, seperti baju adat, dan kebaya. Berbeda dengan
sekarang, remaja yang ingin menghadiri acara resmi seperti pesta ulang tahun,
lebih memilih untuk mengenakan baju kasual yang berciri-khaskan kebarat-baratan.
Namun, dengan perkembangan mode berpakaian ini memberikan banyak keuntungan.
Salah satunya, telah terdapat busana muslim dengan bahan atau pola yang berasal
dari daerah lokal. Begitu juga dengan kebaya yang sudah dimodifikasi sesuai
dengan gaya yang lebih modern. Begitu juga dengan batik. Bahkan batik saat ini
sudah banyak diminati oleh masyarakat di luar Indonesia.
2.9. Unsur-unsur
Kebudayaan
1. Unsur peralatan
dan perlengkapan hidup, seperti : rumah, pakaian, kendaraan, dll
2. Unsur mata
pencaharian / sistem ekonomi, seperti pegawai, petani, buruh, dll
3. Unsur sistem
kemasyarakatan, yang meliputi: hukum, kekerabatan, perkawinan, dll
4. Unsur bahasa baik
lisan maupun tulisan yang berfungsi sebagai alat komunikasi
5. Unsur Kesenian,
seperti seni tari, seni musik, seni rupa, dll
6. Unsur Ilmu
pengetahuan dan teknologi, seperti: pengetahuan alam, perbintangan,
pertambangan, komputer, dll
7. Unsur agama dan
kepercayaan
2.10. Globalisasi Kebudayaan
Globalisasi mempengaruhi hampir semua aspek yang ada
di masyarakat, termasuk diantaranya aspek budaya. Kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai (values)
yang dianut oleh masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki oleh warga
masyarakat terhadap berbagai hal. Baik nilai-nilai maupun persepsi berkaitan
dengan aspek-aspek kejiwaan/psikologis, yaitu apa yang terdapat dalam alam
pikiran. Aspek-aspek kejiwaan ini menjadi penting artinya apabila disadari,
bahwa tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh apa yang ada dalam alam
pikiran orang yang bersangkutan. Sebagai salah satu hasil pemikiran dan
penemuan seseorang adalah kesenian, yang merupakan subsistem dari kebudayaan.
Globalisasi sebagai sebuah gejala tersebarnya nilai-nilai dan budaya tertentu keseluruh dunia (sehingga menjadi budaya
dunia atau world culture) telah
terlihat semenjak lama. Cikal bakal dari persebaran budaya dunia ini dapat
ditelusuri dari perjalanan para penjelajah Eropa Barat ke berbagai tempat di dunia ini ( Lucian W. Pye, 1966
).
Namun, perkembangan globalisasi kebudayaan secara
intensif terjadi pada awal ke-20 dengan berkembangnya teknologi komunikasi. Kontak melalui media menggantikan kontak fisik
sebagai sarana utama komunikasi antar bangsa. Perubahan tersebut menjadikan
komunikasi antar bangsa lebih mudah dilakukan, hal ini menyebabkan semakin
cepatnya perkembangan globalisasi kebudayaan.
2.11. Ciri Berkembangnya Globalisasi Kebudayaan
- Berkembangnya pertukaran kebudayaan internasional.
- Penyebaran prinsip multikebudayaan (multiculturalism), dan kemudahan akses suatu individu terhadap kebudayaan lain di luar kebudayaannya.
- Berkembangnya turisme dan pariwisata.
- Semakin banyaknya imigrasi dari suatu negara ke negara lain.
- Berkembangnya mode yang berskala global, seperti pakaian, film dan lain lain.
- Bertambah banyaknya event-event berskala global, seperti Piala Dunia FIFA.
- Persaingan bebas dalam bidang ekonomi
- Meningkatkan interaksi budaya antar negara melalui perkembangan media massa
2.12. Pandangan Globalisasi
Sosial Budaya
1. Simon Kemoni, sosiolog asal Kenya
mengatakan bahwa globalisasi dalam bentuk yang alami
akan meninggikan berbagai budaya dan
nilai-nilai budaya. Dalam proses alami ini, setiap
bangsa akan berusaha menyesuaikan budaya
mereka dengan perkembangan baru sehingga
mereka dapat melanjutkan kehidupan dan
menghindari kehancuran. Tetapi, menurut Simon
Kimoni, dalam proses ini, negara-negara
harus memperkokoh dimensi budaya mereka dan
memelihara struktur nilai-nilainya agar
tidak dieliminasi oleh budaya asing
2. Seorang penulis asal Kenya bernama Ngugi
Wa Thiong’o menyebutkan bahwa perilaku
dunia Barat, khususnya Amerika
seolah-olah sedang melemparkan bom budaya terhadap
rakyat dunia. Mereka berusaha untuk
menghancurkan tradisi dan bahasa pribumi sehingga
bangsa-bangsa tersebut kebingungan dalam
upaya mencari indentitas budaya nasionalnya.
Penulis Kenya ini meyakini bahwa budaya
asing yang berkuasa di berbagai bangsa, yang
dahulu dipaksakan melalui imperialisme,
kini dilakukan dalam bentuk yang lebih luas dengan
nama globalisasi.
2.13. Pengaruh Globalisasi Sosial Dan Budaya.
Globalisasi dapat memperluas kawasan budaya. Globalisasi dapat timbulkan dampak negatif. Akibat dari pengaruh globalisasi:
* Disorientasi, dislokasi atau krisis sosial-budaya dalam masyarakat.
* Berbagai ekspresi social budaya asing yang sebenarnya tidak memiliki basis dan preseden
Globalisasi dapat memperluas kawasan budaya. Globalisasi dapat timbulkan dampak negatif. Akibat dari pengaruh globalisasi:
* Disorientasi, dislokasi atau krisis sosial-budaya dalam masyarakat.
* Berbagai ekspresi social budaya asing yang sebenarnya tidak memiliki basis dan preseden
kulturalnya.
* Semakin merebaknya gaya hidup konsumerisme dan hedonisme.
Sisi negatif globalisasi budaya:
· Akibatkan erosi budaya
· Lenyapnya identitas kultural nasional dan lokal
· Kehilangan arah sebagai bangsa yang memiliki jati diri.
· Hilangnya semangat nasionalisme dan patriotisme
· Cenderung pragmatisme dan maunya serba instant.
* Semakin merebaknya gaya hidup konsumerisme dan hedonisme.
Sisi negatif globalisasi budaya:
· Akibatkan erosi budaya
· Lenyapnya identitas kultural nasional dan lokal
· Kehilangan arah sebagai bangsa yang memiliki jati diri.
· Hilangnya semangat nasionalisme dan patriotisme
· Cenderung pragmatisme dan maunya serba instant.
Referensi
Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan. 1982. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Siahaan, Dewi dan Ida Roy. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: PT
Galaxy Puspa Mega.
Gunawan, Lina. “Dangdut Is The Music Of My Country”. Dalam Best Teens.
Edisi November 2012.
Sinulingga, Judha. “Batik is Cool”. Dalam Best Teens. Edisi November
2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar